Rabu, 24 April 2013

Ibu, Tolong Aku



Aku tidak pernah menyalahkan keadaan ini. Justru sebaliknya, aku bahagia, karena dengan kondisi seperti ini, aku bisa merasakan bagaimana hidup itu sesunggugnya. Sesuap nasi itu bagaikan sebongkah emas. Butiran yang terlalu berharga untuk tidak ku maknai. Aku melangkah dari sebuah kisah hidup penuh warna. Meski hanya aku saja yang menyebutnya begitu. Aku yakin, dan sangat yakin  bahwa bagi kebanyakan orang ini adalah kondisi yang memprihatinkan, sebuah garis hidup yang tidak layak untuk bersandar pada kata syukran, potret kehidupan yang menyalahkan tuhan, hari-hari yang penuh dengan ratapan dan sejumlah anggapan memilukan lainnya.

Banyak cara yang digunakan manusia untuk melakukan komparasi strata. Sebenarnya kemiskinan itu tidak pernah ada. Dia kemudian muncul hanya karena ada istilah yang mempunyai pengertian berlawanan. Begitupun sebaliknya, kaya itu juga tidak akan ada tanpa adanya orang miskin. Harusnya mereka, para orang-orang kaya berterima kasih kepada kami, elit-elit miskin yang bagi sebagian mereka tidak pantas menghuni bumi, karena berkat kamilah mereka mendapatkan gelar sombong itu. Tak apa, mereka mendendangkan kemenangan di atas seruling sumbang kami, juga tak mengapa,  mereka membisikkan kepada alam bahwa keberadaan kami meresahkan. Kami tak peduli itu, yang kami tahu, dunia ini milik bersama.

Manusia begitu paham bahwa kehidupan itu selalu berputar. Kondisi yang paling menakutkan adalah ketika berada pada titik yang kami tempati sekarang. Khawatir jika kejamnya hidup benar-benar akan dirasakan dan cemas bahwa titik ini akan mematikan. Disinilah letak kehebatan kami. Kami punya sejuta cara mencerdasi titik ini. Kemiskinan itu menyedihkan, jika kita yang menganggapnya demikian. Ia akan menjadi momok menakutkan, jika kita menganggapnya sebagai hantu kehidupan. Dan inilah aku, aku yang mengolah kemiskinan menjadi sebuah kekayaan.
***

Syurgaku adalah bagian dari Kota Jakarta. Di tempat inilah aku mengawali hidup sebagai seorang manusia bersama bapak, ibu dan ketiga kakakku. Pagi ini aku kembali menyalami mereka, seperti hari-hari  biasa. Meski dengan pakaian dan sepatu seadanya, aku tetap bersemangat menjalani proses untuk menjadi manusia yang dipandang. Tekadku sudah bulat, bahwa aku akan mengubah keadaan ini menjadi lebih baik. Aku memulai hari dengan selalu memperbaharui niat, merebut peluang keberhasilan yang dulu sempat mereka sia-siakan. Entah yang terbesit di dalam hati ini, sama dengan apa yang ada dalam hati Aini, sahabatku. Saat aku  memperbaiki kerudung putihku yang posisinya sempat berganti, teriakan Aini menyadarkanku untuk tidak berlama-lama lagi. Dia selalu datang lima belas menit sebelum pelajaran dimulai.

            “Yuk, kita berangkat.”
            “Ayuk.” Sambutku sambil menyerahkan tangan. Kami selalu bergandengan menuju sekolah. Jika ada ulangan, kami akan bertanya jawab sepanjang perjalanan. Terkadang aku sengaja menanyakan kemungkinan soal yang paling susah kepada Aini. Aku memanfaatkan hafalannya. Tapi dia tidak pernah marah. Aku lebih cepat  menyerap pelajaran yang ku dengar dari teman, bukan dari guru. Saat dia menjawab pertanyaanku, maka dengan gesit aku akan menyimpannya pada file-file di otakku. Dari dulu aku selalu menyempurnakan hafalan dengan cara seperti itu. Dan hasilnya tidak mengecewakan. Setiap tahun setidaknya aku masuk ke peringkat lima besar di kelas.

            ‘Dokter’, aku tak pernah absen mencamtumkan provesi itu sebagai  cita-citaku. Cita-cita yang dianggap pasaran dan impian yang terlalu naif bagi orang-orang seperti kami. Tapi itu terserah, aku akan tetap berusaha meraihnya. Sederhana, aku ingin mengobati ibu, agar tumor yang ada di ketiaknya bisa ku sembuhkan tanpa harus mengeluarkan banyak biaya.   Sehari-hari keluargaku berjibaku dengan benda-benda kumuh, sampahnya orang kaya. Mereka membuangnya begitu saja, dan kami yang akan memungutnya menjadi pengganjal perut. Jika ada yang masih bisa digunakan, tak tertutup kemungkinan akan kami adopsi menjadi perlengkapan hidup. Seperti sepatu yang melekat di kaki ku ini, ini adalah sepatu hasil pulunganku beberapa waktu lalu. Bagian depannya yang selalu tersenyum ke arahku,  menyurutkan ego untuk memiliki sepatu baru.

            Selasa ini adalah giliranku yang menemani ibu di rumah sakit. Aku menyenangi tempat ini. Karena disini aku bisa melihat orang-orang rapi berbaju putih polos. Ahh, mereka benar-benar menanyakan kegihihanku untuk menjadi seperti mereka. Tak banyak yang aku bicarakan dengan ibu, hanya seputar menanyakan kondisi beliau saja, setelah itu aku akan memijit beliau, meski ibu tak pernah memintaku untuk melakukannya. Ibu lebih banyak diam, entah kenapa. Pertanyaanku yang harusnya dijawab panjang lebar hanya dibalas dengan satu kata, ya atau tidak. Biasanya ibuku tak begini.
***

            Aku masih mematung, menatap susunan hollow brick dan batako yang diselingi dengan semen itu. Petakan kecil ini adalah rumahku. Meski tak ada pembatas ruang, bagiku ini tetap rumah, bukan kandang. Ruang tengah yang sedang dipenuhi orang-orang letih ini multi fungsi, kami menggunakannya sebagai tempat makan, tidur dan bersantai. Tak ada kamar tidur, kami tidur bersusun satu keluarga. Ini adalah salah satu cara mencerdasi kemiskinan yang kami maksud. Spring bed dan kasur empuk bukan jaminan untuk tidur bahagia, kasur tipis yang tak beralaspun sudah menjadi bagian dari kenikmatan, karena kami memahaminya dengan cerdas, yang penting hidup, pemahaman bagian dari kekayaan.

            Bunyi jangkrik berhimpit dengan lalu-lalang kendaraan. Sudah jam dua belas malam rupanya. Jakarta memang tak pernah mati. Aku beralih. Memandangi manusia-manusia yang tengah menyelam di laut mimpi. Di samping kiriku ada bapak, dengan dengkurannya yang memualkan. Rambutnya mulai panjang tak terurus. Kumisnya kesana kemari. Keriput di wajahnya menyiratkan bahwa setengah abad sudah ia menapaki bumi Allah. Tarikan nafas kakak laki-lakiku saling berpacu dengan orang-orang di sebelahnya, ia tidur di samping kananku, memunggung. Jaket cokelat mudanya tak pernah diganti, bahkan sangat jarang lepas dari tubuhnya. Namun sesekali jaket itu sempat beristirahat, digantung. Setelahnya, ada dua kakakku lagi yang memanjang, memenuhi ruang.

            Aku mulai letih, mataku ingin istirahat dari tugasnya. Ku lantunkan do’a pengantar tidur dalam hati. Sepuluh jemariku meluncur dari kening hingga dagu, “aamiin”, lirihku.  Selimut usang bergaris kotak-kotak orange ku tarik, ku selimuti bapak. Besok akan ada ulangan matematika, aku sudah mempersiapkan diri sebelumnya. Sudah belasan lembar kertas buram ku habisi, ku hajar habis-habisan, agar rumus dan langkah sulit bisa menempel di otakku. Pelajaran ini tidak begitu ku senangi, karena aku lebih cinta IPA, semuanya alami. Perlahan, gambar jantung dan angka-angka membayang di mimpiku.
***

“Pak, pak, apa-apaan ini?” tiba-tiba bapak mendengus seperti induk kerbau. Makin lama makin merapat ke arahku.
            “Pak, bapak mimpi?” aku mulai khawatir.
            “Tidak.” Cetus bapak pelan.
            “Lalu kenapa bapak bertingkah seperti ini?” desakku.

            Bapak tidak menjawab. Wajah bapak berubah sangar. Seram sekali. Seperti perampok yang sering ku lihat di tv-tv. Tarikan nafasnya tak beraturan. Bapak lalu menarik tanganku seraya berbisik, “Sudah, tidak apa-apa. Kau diam saja, ”
“Inikah bisikan syeitan yang disampaikan lewat suara manusia?” Tanyaku dalam hati.

            Menit-menit berlalu begitu berat. Ini perlakuan aneh yang tak pernah ku terima dari siapapun. Ya, aku tau bapak begitu menyayangiku, bahkan rasa sayang bapak ku rasakan begitu dalam jika dibandingkan dengan rasa sayang yang diberikan oleh ibu dan kakak-kakakku.  Tapi apakah perilaku ini yang merupakan puncak dari kasih sayang seorang ayah? Ahh, entahlah. Aku tak mengerti. Bapak terus melakukan tingkah yang membuat ku merasakan sakit yang teramat sangat. Beliau begitu memaksa. Dalam diam aku menutup mata, air mataku mengalir menahan sakit, bapak kian liar menjalar di tubuhku. Ada cicak belang, yang menangis melihat perlakuan bejadnya.

 Sepuluh tahun usiaku, di usia ini bapak menorehkan tinta hitam yang tak akan pernah luntur di ingatanku. Nyaris tak pernah ku bayangkan bahwa ayah kandungku sendiri tega melakukannya. Suara indah yang pertama kali ku dengar adalah suara bapak, ketika beliau melafazkan kalimat-kalimat Allah yang dulu dirangkai Bilal ke telingaku, saat aku baru melihat dunia, aku begitu terpana kala itu. Berkali-kali aku memuji Allah dalam hati kecilku. Nyatanya tak selamanya aku kagum akan keindahan suara bapak. Betapa aku tidak menyangka, bahwa suara buruk pertama kali yang harus ku dengar adalah suara yang datang dari mulut orang yang sama. Desahan-desahan iblis mengaum di telingaku. Hatiku terus memohon pertolongan Allah dalam kondisi yang mencekik masa depan ini.
***

            “Kamu kenapa?” Aini membaca kalutku.
            “Ah, aku... aku tidak apa-apa.”
            “Kamu sakit ya? Wajah kamu pucat, Raisa.”
“Aku tidak sakit. Mungkin karena kurang tidur. Aku dan kakak-kakakku bergantian menjaga ibu. Semalam kakakku tidak bisa, jadi aku yang menggantikannya.” Aku berdalih.
“Ooh, syukurlah.” Aini tersenyum, aku membalas senyumnya.

Perlakuan bapak semalam masih membayang di ingatanku, bulu kudukku
merinding mengingatnya. Tanganku terasa gemetar. Lututku menolak diajak berjalan.  Aku tak siap menjalani hari dengan kekacauan tak berperi. Sisa-sisa pemaksaan itu kian mencabik ulu hati. Pedihnya ke ubun-ubun. Aku tidak bisa berjalan seperti biasa. Ku sembunyikan itu dengan menggenggam erat tangan Aini. Sikapku yang tidak biasa membuatnya terkejut.

            “Raisa, kamu kenapa? Bicaralah.”
“Kepalaku sakit, Ai.” Terangku sambil memegang kepala, berat rasanya mengucapkan kata-kata penuh dusta itu.
            “Kalau begitu kamu istirahat saja di rumah. Aku antar pulang ya?”
“Tidak, Ai. Aku kuat kok. Hari ini kan kita ulangan. Aku juga sudah mempersiapkan diri semalam. Usahaku jadi sia-sia kalau aku tidak ikut ulangan. Besok-besok aku sudah pasti lupa.”
            “Yakin kamu kuat?”
            “Insyaallah.” Aini memapahku.

            Perjalanan  menuju sekolah terasa sangat jauh. Hatiku tak henti mengerang. Tiap kali aku melangkah, maka pada kali itulah aku meraung. Dari semalam aku tak berani buang air kecil, takut kalau-kalau yang keluar adalah darah. Aku tak tau harus bertanya kepada siapa tentang cara mengobati rasa sakit ini. Aku ingin cepat-cepat menjadi dokter saja rasanya, agar sebelum mengobati ibu, aku bisa mengobati diriku sendiri. Proses ulangan matematikaku hancur. Aku tak lagi ingat rumus dan langkah-langkah menjawab soal yang telah ku hajar semalam, malah soal ini yang balik menghajarku. Lembar jawabanku hanya diisi beberapa baris saja, itupun belum tentu benar. Aku terus menggali otak, membujuknya untuk kembali bekerja sama. Tapi perih ini lagi-lagi menggangguku, mendenyut seiring denyut nadiku. Ibu, tolong aku.
***

            Rumah pagi ini sepi. Aku baru selesai mandi. Kamar mandi seadanya. Mandi harus membungkuk sedikit agar tidak kelihatan.Baru pukul setengah tujuh, aku segera menggunakan seragam sekolah. Hanya ada aku dan bapak di rumah. Sejak peristiwa itu aku memang jarang bicara dengan beliau. Bapak menutup pintu, menguncinya. Lalu memperhatikan gerak-gerikku. Perasaan takut kembali ku rasakan. Gelagat mencurigakan bapak mulai ku cium, aku gemetar, memeluk handuk di sudut ruangan. Bapak berubah lagi. Menerkamku dalam kerumunan nafsunya. Naluri hewaninya menelan nuraninya sebagai bapak. Aku melawan sekuat tenaga. Menendang perut cekingnya dengan kakiku, tapi usahaku  sia-sia. Dia lebih kuat. Tubuhku dibolak-balik. Dia membenamkan aku ke dalam laut kejinya yang busuk. Torehan tinta hitam kemarin, kian mendalam.

            Tuhan, sebaiknya akhiri saja hidupku. Tubuhku tak lagi berasa ada. Aliran darah ini tersendat. Jantungku enggan berdetak. Luluh sudah segala asa yang ku gantungkan pada langit impian. Aku tidak akan pernah bisa mengobati ibu dan segenap balada sakitku. Aku terlalu lemah untuk ujian seberat ini, Ya Rabb. Selama ini aku tidak pernah menyesali takdirMu yang menetapkanku untuk lahir dalam syurga kemiskinan ini. Aku tak menyalahkan itu. Bagiku ini tetap kekayaan dari Mu. Maafkan bapak Ya Allah, yang  harus mengikuti rayuan syeitan karena tidak mampu bertarung melawan dirinya sendiri. Terima kasih pak, dengan cepat bapak mengantarkanku meraih mimpi, menggunakan baju putih polos. Aku siap jika harus menggunakan baju itu, meski dengan bahan berbeda dari yang ku cita-citakan.

Aku tau, disampingku ada ibu yang kemarin tergopoh-gopoh memboyongku ke rumah sakit. Ingin aku berteriak agar ibu tak membawaku ke sini. Tapi sakit itu membungkam mulutku. Aku meraih tangan kasar ibu yang kali ini terasa begitu lembut. Ku cium dengan penuh takzim, seperti yang biasa ku lakukan saat aku akan melangkah menuju tempat mengukir impian. Tangisan beliau terngiang beriringan dengan aliran sungai syurga di pelupuk mataku.

“Aku rindu ibu. Ada hal yang ingin ku ceritakan saat ibu tidak bersamaku. Bapak, bu.  Ahh... itu Malaikat Izrail, dia menjemputku. Aku masih ingin berlama-lama disamping ibu. Dia menarik ruhku, Bu. Sakiit. Bu, ibu.. tolong aku.”
***

Cerita pendek berjudul “Ibu, Tolong Aku” ini terinspirasi dari kisah nyata yang pernah
terjadi. Sebuah kasus pemerkosaan berujung maut yang menyayat hati, dikakukan oleh ayah kepada anak kandungnya sendiri, RI,  di kawasan Rawa Bebek, Jakarta Timur. Semoga karya saya bermanfaat.


Salam santun, salam karya!



AYAH, HUJAN...



 "Bu, aku ingin di rumah saja hari ini."
"Kenapa?"
"Hujan."
"Hanya karena hujan?"
"Ya." dengan sedikit bahasa tubuh.

"Bu, ayah kemana?"
"Ke kantornya."
"Kantor?"
"Ya."
"Sejak kapan ayah jadi pekerja kantoran?"
"Sejak ayahmu mengerti tanggung jawab."
"Maksud ibu?"
"Coba kau tebak dimana dia sekarang."
"Di pasar."
"Benar."
"Lalu apa hubungannya?"
"Tanggung jawab itu membuatnya menjadi pertapa hujan. Tanggung jawab telah memayunginya dari deras rintik kehidupan. Dia tetap merasa teduh, layaknya orang-orang kantoran, meski di pasar, dengan terpal bocor dan kaki celanya yang disinsing dua-tiga gulungan."

Aku tertunduk. Menatap ubin-ubin kuning gading. Seakan mereka bertanya:
"Tidakkah kau malu pada ayahmu?"


Selasa, 23 April 2013

Shadaqah dan Rahasianya


Shadaqah dan Rahasianya

A.    Hakekat Shadaqah
Shadaqah berasal dari kata shidq yang berarti benar. Dan menurut Al-Qadhi abu bakar bin Arabi, benar disini adalah benar dalam hubungan dengan sejalannnya perbuatan dan ucapan serta keyakinan. Dalam makna seperti inilah, shadaqah diibaratkan dalam hadi
st : “ Dan shadaqah itu merupakan Burhan (Bukti)”.(HR. Muslim).
Shadaqah adalah pemberian dari seorang muslim secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi waktu dan jumlah (Haul dan Nisab) sebagai kebaikan yang dilakukan seorang muslim dengan mengharap ridho ALLAH SWT.

B.     Jenis-jenis Shadaqah

1. Shadaqah Sirriyah
Yaitu shadaqah yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Shadaqah ini lebih utama karena lebih mendekati ikhlas. Allah subhannahu SWT berfirman:
 jika kamu menampakan shadaqahmu, maka itu baik sekali, dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang – orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”(Al-baqarah[2]:271).

Yang perlu kita perhatikan di dalam ayat di atas adalah, bahwa yang utama untuk disembunyikan terbatas pada shadaqah kepada fakir miskin secara khusus. Hal ini karenakan ada banyak jenis shadaqah yang mau tidak mau harus tampak, seperti dalam membangun sekolah, jembatan, membekali pasukan jihad dan lain sebagainya.

3
Di antara hikmah menyembunyikan shadaqah kepada fakir miskin adalah untuk menutupi aib saudara yang miskin tersebut. Sehingga tidak tampak di kalangan manusia serta tidak di ketahui kekurangan dirinya.

2. Shadaqah dengan kemampuan Maksimal
Berdasarkan Sabda Rasulullah SAW,
shadaqah yang paling utama adalah (infak) maksimal orang tak punya. Dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu.”(HR. Abu Dawud).

Al-Imam al-Baghawi rahimhullah berkata, “Hendaknya seseorang memilih untuk bershadaqah dengan kelabihan hartanya, dan menyisakan untuk dirinya kecukupan karena khawatir terhadap fitnah fakir, sebab boleh jadi dia akan menyesal atas apa yang dia lakukan (dengan infak seluruh atau melebihi separuh harta) sehingga merusak pahala”.

3. Shadaqah Jariyah
Yaitu shadaqah yang pahalanya terus mengalir meskipun orang yang bershadaqah telah meninggal dunia. Sesuai dengan sabda Rasulullah yang artinya, Apabila anak Adam wafat putuslah amalnya kecuali tiga hal yaitu sodaqoh jariyah, pengajaran dan penyebaran ilmu yang dimanfaatkannya untuk orang lain, dan anak (baik laki-laki maupun perempuan) yang mendoakannya” (HR. Muslim).

C.    Keutamaan Shadaqah
Berbagai krisis yang kita hadapi, pada hakekatnya merupakan ujian dari ALLAH SWT. Allah banyak menganjurkan shadaqah di dalam Al-Qur’an, karena ia merupakan solusi jitu dalam mengatasi musibah dan krisis sebagaimana hal ini telah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW , dan para sahabat.
Allah SWT berfirman dalam menuntun kaum muslimin untuk mengeluarkan shadaqah,
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَءَاتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى

4
وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَءَاتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al-Baqarah: 177)

Di antara keutamaan shadaqah:
a. Mendapatkan pahala yang berlipat ganda
Allah SWT memuliakan kaum muslimin yang bershadaqah dengan hati yang ikhlas. Allah SWT memberikan ganjaran yang berlipat ganda dan menuliskannya disisi-Nya sebagai kebaikan yang sempurna. Sebagaimana firmanNYA:

مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”. (QS. Al-Baqarah: 245)

b. Shadaqah sebagai tanda ketaqwaan
Shadaqah adalah tanda dan ciri ketaqwaan seorang muslim.
Allah -Ta’ala- berfirman,
ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang kami anugerahkan kepada mereka“. (QS. Al Baqarah : 2-3)

5

c. Shadaqah Bekal Menuju Akhirat
Akan tiba masa yang tidak ada lagi jual beli, dan tidak bermanfaat persahabatan. Oleh karena itu, sebelum tiba masa itu hendaknya seseorang mempersiapkan perbekalan yang bisa membantunya yaitu dengan banyak-banyak bershadaqah. Allah Ta’ala berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang Telah kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa’at. dan orang-orang kafir Itulah orang-orang yang zalim“. (QS. Al Baqarah : 254)

d. Shadaqah adalah perisai dari api neraka
Rasulullah SAW bersabda,
لِيَتَّقِ أَحَدُكُمْ وَجْهَهُ النَّارَ وَلَوْبِشِقِّ تَمْرَةٍ
“Handaknya salah seorang diantara kalian melindungi wajahnya dari neraka, sekalipun dengan sebelah biji korma”. [HR. Ahmad. Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (864)]

e. Shadaqah penghapus kesalahan
Setiap anak cucu adam tidak lepas dari kesalahan, namun Allah yang Maha pemurah telah memberikan suatu sebab yang dengannya bisa menghapuskan kesalahan-kesalahan dari anak cucu adam dan sebab tersebut adalah dengan bershadaqah.
Rasulullah SAW bersabda :
وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الخَطِيْئَةَ كَمَا يُطْفِئُ المَاءُ النَّارَ
“Shadaqah itu memadamkan (menghapuskan) kesalahan sebagaimana air memadamkan api” [HR. Ahmad]

f. Shadaqah pelindung di Padang Mahsyar
Ketika manusia menanti keputusan di padang mahsyar dan sibuk dengan urusan masing-masing. Manusia pada saat itu tidak peduli lagi dengan orang-orang yang ada di sekitar mereka. Matahari

6
didekatkan dengan jarak satu mil, pada saat itulah seseorang sangat membutuhkan pahala shadaqah yang bisa menaungi mereka. Rasulullah SAW bersabda,
كُلُّ امْرِئٍ فِيْ ظِلِّ صَدَقَتِهِ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ
“Setiap orang berada dalam naungan shadaqahnya hingga diputuskan perkara di antara manusia“. [HR. Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim.

g. Shadaqah pemadam panas di alam kubur
Tentunya seorang mukmin apabila dia mati maka dia mendambakan kuburnya adalah termasuk taman di antara taman-taman surga dan jauh dari panasnya api neraka. Rasulullah yang sangat sayang kepada umatnya telah memberikan tuntunan yang bisa menyelamatkan umatnya dari panasnya api neraka yaitu bershadaqah. Beliau bersabda :
إِنَّ الصَّدَقَةَ لَتُطْفِئُ عَنْ أَهْلِهَا حَرَّ القُبُوْرِ
“Sesungguhnya shadaqah akan memadamkan panasnya kubur bagi pemilik shadaqah”. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir, dan Al-Baihaqiy. Syaikh Al-Albaniy meng-hasan-kan hadits ini dalam Ash-Shohihah (3484)]

h. Shadaqah adalah sebab malaikat mendo’akan seseorang
Sungguh suatu kemuliaan tersendiri bila seseorang dido’akan oleh makhluk yang dekat dengan Allah yaitu para malaikat, tentu do’a tersebut adalah do’a yang mustajab. Maka dengan bershadaqahlah bisa menjadi sebab seseorang dido’akan oleh para malaikat. Rasululullah SAW bersabda :
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ العَبْدُ فِيْهِ إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلَانِ فَيَقُوْلُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَ يَقُوْلُ الآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
“Tak ada suatu hari pun seorang hamba berada di dalamnya, kecuali ada dua orang malaikat akan turun; seorang diantaranya berdo’a, “Ya Allah berikanlah ganti bagi orang yang berinfaq”. Yang lainnya berdo’a, “Ya Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang menahan infaq”.”. [HR. Al-Bukhori dan Muslim ]

i. Tujuh golongan yang dinaungi
Padang Mahsyar merupakan tempat pengadilan. Allah akan mengadili dan memutuskan segala

7
urusan dan perkara setiap hamba-hamba-Nya, baik itu berkaitan dengan hak Rabb-nya, orang lain, ataupun dirinya sendiri.

وَتَرَى كُلَّ أُمَّةٍ جَاثِيَةً كُلُّ أُمَّةٍ تُدْعَى إِلَى كِتَابِهَا الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ مَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. Al-Jatsiyah: 28)

Saat matahari didekatkan dengan sedekat-dekatnya, ketika itulah para hamba menunggu dan mengharapkan perlindungan dan naungan dari Rabb-nya. Diantara golongan yang mendapatkan naungan saat itu, orang yang ikhlas bershodaqoh. Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: الإِمَامُ العَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ بِِعِبَادَةِ اللهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِيْ المَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِيْ اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمُ يَمِيْنُهُ مَا تُنْفِقُ شِمَالُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari kiamat yang mana tidak ada naungan selain naungan Allah….seseorang yang bershadaqoh dengan suatu shadaqoh yang ia rahasiakan sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa-apa yang telah dishadaqohkan oleh tangan kanannya”. [HR. Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (629), Muslim dalam Shohih-nya (1032)]

D.    Shadaqah Pada Hari Jum’at
Shadaqah pada hari-hari biasa sudah mendatangkan manfaat yang dapat kita petik sekarang maupun nanti, apalagi jika shadaqah tersebut kita lakukan pada hari jum’at, yang merupakan hari baik dalam agama kita. Shadaqah pada hari Jum’at memiliki keutamaan khusus dari hari-hari lainnya.
Telah diriwayatkan oleh Imam ‘Abdurrazzaq ash-Shan’ani rahimahullah dari Imam Sufyan ats-Tsauri, dari Mansur, dari Mujahid, dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu 'anhuma, dia berkata, Abu Hurairah dan Ka’ab pernah berkumpul. Lalu Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu berkata, “Sesungguhnya pada hari Jum’at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang muslim bertepatan dengannya dalam keadaan memohon kebaikan kepada Allah Ta’ala melainkan Dia

8
 akan mendatangkan kebaikan itu kepadanya.”
Maka Ka’ab Radhiyallahu 'anhu berkata, “Maukah engkau aku beritahu kepadamu tentang hari Jum’at? Jika hari Jum’at tiba, maka langit, bumi, daratan, lautan, pohon, lembah, air, dan makhluk secara keseluruhan akan panik, kecuali anak Adam (umat manusia) dan syaitan. Dan para Malaikat berkeliling mengitari pintu-pintu masjid untuk mencatat orang-orang yang datang berurutan. Dan jika khatib telah naik mimbar, maka mereka pun menutup buku lembaran-lembaran mereka. Dan merupakan kewajiban bagi setiap orang yang sudah baligh untuk mandi seperti mandi janabah. Dan tidak ada matahari yang terbit dan terbenam pada suatu hari yang lebih afdhal dari hari Jum’at, dan shadaqah pada hari itu lebih agung daripada hari-hari lainnya.”
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya shadaqah pada hari Jum’at itu memiliki kelebihan dari hari-hari lainnya. Shadaqah pada hari itu dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam sepekan, seperti shadaqah pada bulan Ramadhan jika dibandingkan dengan seluruh bulan lainnya.”

Lebih lanjut, Ibnul Qayyim juga mengatakan, “Aku pernah menyaksikan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, semoga Allah menyucikan ruhnya, jika berangkat menunaikan shalat Jum’at membawa apa yang terdapat di rumahnya, baik itu roti atau yang lainnya untuk dia shadaqahkan selama dalam perjalanannya itu secara sembunyi-sembunyi.”
Begitu luar biasanya hari jum’at. Selain merupakan hari baik dalam agama islam, bersedekah di hari ini juga mempunyai manfaat yang sangat besar. Seandainya semua umat Islam mengetahui manfaat ini, tentu tidak ada lagi diantara kita yang menyia-nyiakan hari jum’at untuk bersedekah, menabung amal sebagai bekal untuk menghadapi  akhirat kelak.

E.     Shadaqah dan kiamat kecil

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَكْثُرَ فِيْكُمُ الْمَالُ، فَيَفِيضَ حَتَّى يُهِمَّ رَبَّ الْمَالِ مَنْ يَقْبَلُهُ مِنْهُ صَدَقَةً وَيُدْعَى إِلَيْهِ الرَّجُلُ فَيَقُولُ: لاَ أَرَبَ لِي فِيهِ.

9
“Tidak akan tiba hari Kiamat hingga harta menjadi banyak pada kalian, harta itu terus melimpah sehingga membingungkan pemiliknya siapakah yang mau menerima shadaqah darinya, lalu seseorang dipanggil kemudian dia berkata, ‘Aku tidak membutuhkannya.’’

Diriwayatkan dari Abu Musa r.a, Rasulullah SAW bersabda:

لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَطُوفُ الرَّجُلُ فِيهِ بِالصَّدَقَةِ مِنَ الذَّهَبِ، ثُمَّ لاَ يَجِدُ أَحَدًا يَأْخُذُهَا مِنْهُ.

“Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman di mana seseorang berkeliling dengan membawa harta shadaqah berupa emas, kemudian dia tidak mendapati seorang pun yang mau menerimanya darinya.”

Telah banyak terbukti apa-apa yang dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Harta melimpah pada zaman Sahabat Radhiyallahu anhu dikarenakan banyaknya penaklukan, dan mereka membagi-bagikan harta dari penaklukan negeri Persia dan Romawi. Kemudian harta melimpah pada masa ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz rahimahullah, bahkan ada seseorang pada zaman beliau menawarkan harta shadaqah tetapi tidak didapatkan orang yang mau menerimanya darinya.

Demikian pula harta akan melimpah di akhir zaman, sampai-sampai ada seseorang menawarkan harta kepada yang lainnya, lalu orang yang ditawarkan berkata, “Aku tidak membutuhkannya.”

Ini -wallaahu a’lam- merupakan isyarat terhadap apa-apa yang akan terjadi pada akhir zaman, berupa banyaknya harta dan bumi mengeluarkan keberkahan dan simpanannya.

Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

تَقِيءُ اْلأَرْضُ أَفْلاَذَ كَبِدِهَا أَمْثَالَ الأُسْطُوَانِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ قَالَ: فَيَجِيءُ الْقَاتِلُ فَيَقُولُ: فِي هَذَا قَتَلْتُ. وَيَجِيءُ الْقَاطِعُ فَيَقُولُ: فِي

10
هَذَا قَطَعْتُ رَحِمِي. وَيَجِيءُ السَّارِقُ فَيَقُولُ: فِـي هَذَا قُطِعَتْ يَدِيْ. ثُمَّ يَدَعُونَهُ فَلاَ يَأْخُذُونَ مِنْهُ شَيْئًا.

‘Bumi mengeluarkan (harta) simpanannya seperti batangan-batangan dari emas dan perak.’ Beliau berkata, ‘Lalu sang pembunuh datang, dia berkata, ‘Karena inilah aku membunuh,’ kemudian datang orang yang memutuskan hubungan silaturahmi, lalu berkata, ‘Karena inilah aku memutuskan hubungan silaturahmi,’ dan datang si pencuri, lalu berkata, ‘Karena inilah tanganku dipotong,’ kemudian mereka meninggalkannya dengan tidak mengambil sedikit pun darinya.’

Mungkin kita belum menyadari hal ini. Sekarang saatnya kita tafakkur, menyelami seberapa banyak harta kita yang telah kita infakkan di jalan Allah SWT? Seberapa kali kita ikhlas dalam memberi terhadap sesama? Jangan sampai kita menjadi orang-orang yang merugi, yang tidak memanfaatkan apa yang telah diberi oleh Allah SWT dengan sebaik-baiknya.

















11

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Shadaqah adalah pemberian dari seorang muslim secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi waktu dan jumlah (Haul dan Nisab) sebagai kebaikan yang dilakukan seorang muslim dengan mengharap ridho ALLAH SWT.
2.      Shadaqah terbagi atas tiga jenis, yaitu: shadaqah sirriyah, shadaqah dengan kemampuan maksimal dan shadaqah jariyah.
3.      Shadaqah memiliki banyak keutamaan, diantaranya: shadaqah merupakan amal yang pahalanya berlipat ganda, shadaqah merupakan tanda ketaqwaan, shadaqah merupakan perisai api neraka, shadaqah merupakan pemadam panas dalam kubur, shadaqah merupakan pelindung di padang mahsyar, dll.
4.      Shadaqah pada hari jum’at memiliki banyak kebaikan dibanding shadaqah pada hari-hari biasanya. Shadaqah pada hari itu dibandingkan dengan hari-hari lainnya dalam sepekan, seperti shadaqah pada bulan Ramadhan jika dibandingkan dengan seluruh bulan lainnya.
5.      Salah satu tanda-tanda kiamat kecil adalah lemahnya kesadaran manusia untuk bersedekah kepada sesamanya.

B.     Saran
Setelah kita mengetahui shadaqah dengan segala rahasianya, hendaknya kita mampu memanfaatkan harta yang kita miliki dengan sebaik-baiknya, dengan bersedekah tentunya. Shadaqah bukan berarti pemberian, namun sebaliknya, hal yang akan kita terima, tapi nanti di akhirat kelak. Semoga kita tidak termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang bakhil dalam menginfakkan harta di jalan Allah SWT, Karena hal ini pada hakekatnya akan merugikan kita sendiri. Jangan sampai kita menyesal, ketika keinginan untuk bershadaqah itu datang, namun yang akan menerima sudah tidak ada. Alangkah ruginya orang-orang yang seperti ini.


12

KEPUSTAKAAN

Agus, Bustanuddin. 2007. Agama dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Al-qarni, Bin Abdullah. 2005. Jangan takut! Jagalah Allah, Allah akan menjaga Anda. Jakarta: Magfirah Pustaka.

Daud Ali, Muhammad. 2005. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.




http://almakassari.com/?p=114, diakses pada 7 Mei 2012.